Author: dr. Ni Wayan Kertiasih, Sp.KJ
Indonesian
English
Indonesian
Belakangan ini kita dihebohkan dengan isu childfree. Childfree merupakan suatu keadaan dimana individu atau sebuah pasangan memilih untuk tidak memiliki anak atau tanggung jawab sebagai orang tua. Dikuti dari psychology today, terdapat sekitar 15% perempuan diatas usia 50 tahun di Negara Amerika Serikat yang tidak memiliki anak.
Sistem idealisasi kita saat ini mengajarkan dan mewajibkan seorang perempuan bahwa womanhood adalah motherhood. Adanya tuntuan dan harapan menjadi seorang “ibu” bagi perempuan membuat mereka yang memutuskan untuk childfree terlihat selfish dan aneh. Mereka seringkali diasumsikan memiliki sesuatu “yang salah” dalam hidupnya. Hal ini kemudian membuat orang yang memutuskan untuk childfree ini mengalami tekanan sosial dan diskriminasi, dan harus mengatasi berbagai persepsi dan asumsi dari masyarakat.
Banyak perempuan yang childfree distigma, disalahartikan bahwa mereka kesepian. Disisi lain, banyak individu juga merasa sangat puas dengan pilihan mereka dan mengalami tingkat kebahagiaan dan kesejahteraan yang tinggi. Sebenarnya setiap pasangan berhak untuk memutuskan apakah mereka ingin memiliki anak atau tidak (childfree).
Tentunya terdapat berbagai pertimbangan dalam beberapa aspek misalnya saja pengaruh usia, kesehatan reproduksi, ekonomi atau pertimbangan lain yang sifatnya personal. Sebelum memutuskan untuk childfree ini, setiap pasangan perlu menilai visi mereka dan kesiapan terhadap dampak yang dipilih atas chilfree ini agar tidak mempengaruhi kehidupan pernikahan mereka. Selain itu pengaruh sosial, budaya, hukum dan agama juga perlu dipertimbangkan.
Menurut teori perkembangan psikosoial Erik Erikson menyatakan bahwa semua orang akan memasuki tahap stagnan versus generativitas. Orang yang stagnan cenderung kesulitan menemukan cara berkontribusi pada kehidupan.
Sedangkan, generativitas akan mendorong seseorang peduli pada orang lain, menciptakan dan mencapai hal-hal yang membuat dunia menjadi tempat yang lebih baik, termasuk melalui pernikahan. Namun, pada perkembangannya, generativitas ini tidak hanya membatasi pada domain pernikahan dan menjadi orang tua. Sehingga orang-orang yang memutuskan hidup lajang atau childfree biasanya akan mengekspresikan generativitasnya melalui berbagai bidang kehidupan misalnya saja menjadi relawan, aktivitis lingkungan hidup, bekerja secara profesional, atau terlibat dalam kegiatan agama, sosial, maupun politik.
Keadaan mental seorang merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi keputusan besar ini. Keadaan psikologis yang tidak stabil membuat seseorang memiliki kekhawatiran tersendiri saat mereka telah memiliki anak. Mereka bahkan khawatir jika anak akan mendapatkan kehidupan yang tidak layak hingga penelantaran anak. Contohnya perempuan memiliki persepsi atau konsep diri seperti tidak cukup mampu untuk memiliki anak. Bukan tidak mampu secara fisik tapi mungkin tidak mampu secara kemampuan berpikirnya, mengendalikan emosi dirinya sendiri. Keadaan psikologis yang kurang stabil ini dapat mempengaruhi gaya pengasuhan mereka terhadap kehidupan anak dimasa depannya.
Trauma pada masa kecil yang belum terselesaikan juga melandasi mengapa seseorang perempuan pada akhirnya memilih untuk childfree. Sebagai contoh mereka yang memiliki pengalaman traumatis dengan figure seorang ibu, dimana belum mampu untuk berdamai atau menerima keadaan tersebut hingga dewasa. Kektakutan akan bayang bayang terulangnya kejadian dimasa lalu meembuar mereka memutuskan childfree. Perspektif mengenai ketidaksiapan menjadi orang tua dikhawatirkan dapat menyakiti anak mereka, sebagaimana apa yang pernah dirinya alami sebelumnya.
Ketidakyakinan akan kemampuan dalam merawat dan mengasuh anak juga menjadi salah satu kekhawatiran yang sering kali dialami. Oleh karenanya, salah satu pembekalan yang penting diberikan di masa persiapan nikah adalah membangun parenting self-efficasy pada keduanya. Hal ini diharapkan dapat membuat calon ayah atau ibu memiliki keyakinan diri terhadap kompetensinya dalam merawat dan memberikan pengasuhan pada anak yang secara positif. Hal ini akan berpengaruh pada perilaku pengasuhannya dan menunjang tumbuh kembang anak secara optimal.
Pada akhirnya, you don’t have to do any of the above. Your journey is your journey. Don’t listen to me. Listen to yourself.
Pic Illustration by: pexels.com
English
Recently we have been shocked by the issue of childfree. Childfree is a situation where an individual or a couple chooses not to have children or parental responsibilities. Followed from psychology today, there are about 15% of women over the age of 50 in the United States who do not have children. Our current idealization system teaches and obliges a woman that womanhood is motherhood.
The existence of demands and expectations of being a “mother” for women makes those who decide to be childfree look selfish and strange. They are often assumed to have something “wrong” in their life. This then makes people who decide to be childfree experience social pressure and discrimination, and have to overcome various perceptions and assumptions from society.
Many women who are childfree are stigmatized, misunderstood that they are lonely. On the other hand, many individuals are also very satisfied with their choices and experience high levels of happiness and well-being. Actually every couple has the right to decide whether they want to have children or not (childfree).
Of course there are various considerations in several aspects, for example the influence of age, reproductive health, economics or other personal considerations. Before deciding to be childfree, each couple needs to assess their vision and readiness for the impact they choose for this childfree so as not to affect their married life. In addition, social, cultural, legal and religious influences also need to be considered.
According to Erik Erikson’s theory of psychosocial development, everyone will enter a stage of stagnation versus generativity. Stagnant people tend to have a hard time finding ways to contribute to life. Meanwhile, generativity will encourage someone to care for others, create and achieve things that make the world a better place, including through marriage.
However, in its development, this generativity is not only limited to the domain of marriage and parenthood. So that people who decide to live single or childfree will usually express their generativity through various fields of life, for example by volunteering, environmental activism, working professionally, or being involved in religious, social, or political activities.
A person’s mental state is one of the factors that influence this big decision. An unstable psychological state makes a person have their own worries when they have children. They even worry that the child will get a life that is not worthy of neglecting the child. For example, women have perceptions or self-concepts such as not being able enough to have children. Not physically incapable but perhaps incapable of his ability to think, to control his own emotions. This unstable psychological state can affect their parenting style for the child’s life in the future.
Unresolved childhood trauma also underlies why a woman ultimately chooses to be childfree. For example, those who have had a traumatic experience with a mother figure, where they have not been able to reconcile or accept this situation until adulthood. The fear of the recurrence of past events has made them decide to be childfree. The perspective on being unprepared to be parents is feared to hurt their children, as what he had experienced before.
Lack of confidence in the ability to care for and care for children is also one of the worries that is often experienced. Therefore, one of the important provisions given during the preparation for marriage is to build parenting self-efficacy for both of them. This is expected to make the prospective father or mother have confidence in their competence in caring for and providing positive care to children. This will affect parenting behavior and support optimal child growth and development.
In the end, you don’t have to do any of the above. Your journey is your journey. Don’t listen to me. Listen to yourself.
Pic Illustration by: pexels.com